Thursday, June 23, 2005

Cerita di balik perjalanan ke Nias

Tiga hari sebelum berangkat ke Nias, aku bertanya kepada diri sendiri, Am I ready to go? Aku inget hari Senin pagi, aku bangun dan nangis karena cemas mau ke Nias. Aku pernah mission trip ke pulau-pulau di sekitar Batam dua kali dan tidak mengalami masalah untuk beradaptasi dengan penduduk dan lingkungan setempat. Yang kali ini pun, aku yakin it will be alright. Satu kekhawatiranku adalah kesehatian tim. Baru kali ini aku se-team dengan bapak-bapak dan jadi yang paling cantik di tengah-tengah team. Cemas banget, bisa nyambung gak ngomongnya trus gimana kalo wc nya gak ada pintunya dan butuh temen yg harus ngejagain di depan. Tapi setelah nangis ama ngobrol-ngobrol dengan Tuhan, aku jadi lega seh. Somehow ada keberanian untuk tetap pergi bersama tim ini.

Tim GPBB mampir dulu di Medan sehari dan nginep di Novotel. Aku seneng bisa ketemu kak Denni, Sylvana, dan Emmy. Kita sempat nyobain makanan khas Batak di Parsito. Ada babi goreng, babi panggang, sangsang (dibaca: saksang; daging anak babi yang dipotong kecil dan dimasak dengan darah babi). Enakkk hehe. Trus sempet mampir di Perkantas Medan. Malemnya makan kwetiau di Jalan Semarang bareng tim Gepembri.

Kami berangkat pagi-pagi dari Medan ke Gunung Sitoli (ibukota kabupaten Nias). Sampai di kotanya, kami tidak dapet penginapan. Akhirnya kami tinggal di rumah mertua kak Huzin di Bawödesölö. Hari pertama kami survey-survey desa2 yang akan kami kunjungi pada beberapa hari mendatang. Total ada 6 desa: Gawö Gawö Bausö, Hilina'a, Tumöri Zebua, Hilihao, Awa'ai, Bawödesölö. Yang paling parah desa Gawö Gawö Bausö, karena tidak dapet dijangkau dengan mobil. hehe pengalaman laen kali mesti beli sepatu buat tracking. Aku pake sendal gunung. bisa seh dibuat manjat. Tetapi jalannya kali ini berlumpur, kakinya jadi kotor. Kita jalan kaki sekitar 1-2 km. Aku banyak digigitin nyamuk di kaki. Karena gak terlalu bisa tahan gatel sama ada alergi juga, jadinya digaruk dan berair. hehe...anehnya nyamuk-nyamuk cuman suka gigit aku, temen-temen seteam laennya gak digigitin, kecuali Desmond. Dia datang di hari kedua kami di Nias.

Hari kedua dan seterusnya, kami tinggal di hotel Hawaii. Ini satu-satunya tempat penginapan yang masih berdiri setelah gempa. Meskipun namanya hotel, tapi standardnya jauh dari hotel di kota-kota besar. Tapi cukup nyaman untuk tempat penginapan, ada AC, kamar mandi di kamar, tempat tidur.

Kegiatan kami cukup rutin setiap harinya. Kami ke pelabuhan untuk ambil beras lalu penjual berasnya menyediakan truk untuk bersama-sama dengan kami ke desa. Beras untuk setiap desa sudah dibungkus dalam karung beras (50 kg). Sebagai simbolis, kami membagikan 10 kg beras kepada setiap 10 kepala keluarga di desa tersebut di hadapan jemaat Gereja. Kami berharap majelis gereja dan pendeta dapat bertanggung jawab terhadap pembagian beras tersebut. Di setiap desa yang kami kunjungi, kami mengadakan KKR yang diresponi sangat baik oleh penduduk di sana. Kak Budi atau Pak Hardi gantian kotbah dan yang laennya membantu sebagai counselor pada waktu altar calling. Sulitnya tim kami kekurangan wanita. Bapak-bapaknya cerita susah kalo mau ngedoain ibu-ibu desa. Hari pertama KKR, aku sempet bingung karena yang maju pada saat altar calling banyak sekali ada sekitar 50 orang. Bingung gimana doainnya. Thank God itu sudah berlalu.

Makanan Pulau Nias ternyata enak. Kami sempet 2 kali mampir ke Restoran Bamboo House. trus makan cumi goreng, udang goreng, ikan bakar, ayam goreng.. enakkk dan dagingnya fresh! Di Nias lagi musim durian juga. Hari terakhir di Nias, aku makan durian sampe 10 buah lebih, cemas panas dalam! Aku yang tadinya gak suka kopi kecuali kopi Georgia, Starbucks, Coffebean, akhirnya minum kopi tumbuk. Ternyata enak.. meskipun aku masih gak bisa minum terlalu banyak. Bapak-Bapak dalam team suka ngopi hehe jadi mau gak mau belajar ikutan ngopi.

Apa yang aku takutkan terjadi juga. Di Merpati Airlines Nias, kamar mandinya gak bisa dikunci. jadinya gak jadi masuk. trus di desa Bausö, kamar mandinya gak ada pintunya. huahh cemas padahal dah kebelet. Dah sempet masuk trus keluar lagi karena gak berani. Akhirnya dibisa-bisain deh..

Ada satu hal yang amazing banget. Aku ketemu sama guru SMP aku di desa Bausö. Pas berjabat tangan dengan dia di salah satu rumah penduduk, aku kaget, wajahnya familiar. Kok mirip sama guru SMPku yah. Dia gak inget aku seh. Pas di gereja, aku samperin trus ngobrol-ngobrol. Aku coba cari tau latar belakangnya, dan ternyata bener dia guru SMP aku. Namanya Bu Sulasmi. Waktu di SMPK4 ngajar bahasa inggris dan pernah jadi wali kelasku. Senyumnya tidak berubah dari dulu sampai sekarang. Ternyata suaminya orang Nias dan sekarang mengajar di Nias.

Kami mampir lagi ke Medan sebelum ke Singapore. Mission trip kali ini tidak separah yang dibayangkan. Ditambah dengan cerita-cerita Pak Hardi, jadi bikin suasana santai. Beliau dipanggil Muse (chinese: pendeta) dan punya segudang pengalaman tentang misi di pedalaman dan kejadian-kejadian konyol di gereja. Wah kalo denger cerita beliau, lucu-lucu. Pak Tjandra dan Kak Budi sampe bilang bisa dibukukan untuk ilustrasi kotbah. Beliau sempet cerita ada satu suku Dayak yang menyuguhkan daging ayam yang dimuntahkan oleh anjing untuk tamu-tamunya, ada juga yang menyuguhkan daging babi yang sudah busuk, ada yang mengelilingi tamu-tamu cowo tidur dengan wanita-wanita desa. Trus ada cerita tentang baptisan juga. Ada orang yang memilih untuk baptis selam padahal gak ada kolam. Akhirnya dibaptis di kamar mandi. Dalam nama Bapa, guyur 1 ember, Putra 1 ember lagi, dan roh kudus 1 ember. hehe dan masih banyak lagi. Sepertinya laen kali kalo mission trip bareng Pak Hardi, aku harus siap2 bawa rekaman huehuehue.

Sienny

Wednesday, June 22, 2005

Perjalanan ke Nias

Mission trip ke Nias ini bekerja sama dengan tim Gepembri dengan diketuai oleh Pak Hardi. Dari Bukit Batok Presbyterian Church Singapore ada 4 orang (Pak Tjandra, Kak Budianto, Ko Bambang, dan saya sendiri), dari Grace Baptist Church Singapore ada Desmond, dari Gepembri ada Pak Hardi, Pak Hadi dan Faehuzi Zebua. Pelayanan yang kami lalukan adalah sebagai perpanjangan kasih Allah kepada penduduk di Nias. Setelah pantai barat Nias dihantam oleh Tsunami akhir Desember taon lalu, tanggal 28 Maret 2005 gempa berskala 8.2 richter mengguncang Pulau Nias yang mengakibatkan infrastructure di Nias hancur. Kami mengadakan pembagian beras dan kebaktian kebangunan rohani (KKR) di desa-desa.

Ekonomi

Mata pencarian penduduk Nias adalah bercocok tanam, beternak babi, membuat batu bata, menyadap karet, dan membantu berjualan di toko-toko di Gunung Sitoli. Tetapi sejak gempa, toko-toko dan bangunan tempat membuat batu bata runtuh, mereka kehilangan mata pencarian mereka. Karet yang disadap pun jarang bisa dilakukan karena hujan turun hampir setiap hari di Nias. Supply bahan makanan jadi berkurang karena banyak toko yang tutup sejak gempa. Karena supply sedikit, harga pun menjadi mahal. Banyak penduduk yang tidak mampu untuk membelinya.

Pendidikan

Tingkat kesadaran penduduk Nias akan pendidikan itu rendah. Ditambah dengan jarak sekolah dengan rumah yang terkadang jauh dan biaya sekolah yang memberatkan mereka, sebagian anak-anak tidak bersekolah atau berhenti di SMP/SMU. Gedung-gedung sekolah juga retak dan ada yang tidak dapat dipakai sama sekali.

Infrastructure

Gedung-gedung dengan beton kebanyakan runtuh. Ada yang lantai 1 nya hancur dan lantai 2 nya turun. Ada yang rusak total. Demikian juga dengan gedung gereja. Hampir semua gereja di desa rusak. Anehnya rumah-rumah penduduk di sekitarnya banyak yang utuh. Kehancuran yang diakibatkan oleh gempa tidak merata.

Sejak 20 tahun yang lalu Nias tidak mengalami pembangunan. Jalanan sudah banyak yang rusak. Ditambah akibat gempa, jembatan-jembatan yang menghubungkan antar daerah jadi rusak. Penduduk setempat sudah memperbaiki dengan usaha seminim mungkin supaya bisa dilalui dengan mobil.

Spiritual

Meskipun 90% penduduk Nias Kristen, tapi hanya sedikit yang mengalami lahir baru. Mereka ke gereja hanya berdasarkan tradisi. Kebanyakan yang hadir di kebaktian minggu itu ibu-ibu dan anak-anak. Bapak-bapaknya memilih untuk di rumah. Kebiasaan merokok dan minum-minum tuak di Nias masih ada. Perzinahan juga ada. Tidak ada pertumbuhan di dalam hidup kristiani mereka selama berpuluh-puluh tahun.

Pada waktu gempa menggoncangkan Nias, mereka menjadi takut mati, bingung, seakan-akan kehilangan pengharapan. Di manakah posisi Yesus di dalam hati mereka? Apalagi sekarang di koran lokal sudah ada prediksi kalau tsunami dan gempa besar akan menghantam Nias dalam tahun ini.. Hampir setiap hari mereka merasakan gempa-gempa kecil karena lempengan batu di dalam bumi masih belum stabil. Tim kami sempat merasakan 2 kali gempa. Mereka hidup dalam kecemasan dan tidak ada kesukacitaan di dalam menjalani hidup.

Banyak penduduk yang tidak memiliki alkitab. Setiap minggunya mereka dateng ke gereja hanya mendengarkan Firman Tuhan. Dan tidak semua gereja dilayani oleh pendeta setiap minggunya karena biasanya 1 pendeta melayani lebih dari 3 gereja. Di Gawö Gawö Bausö, 1 pendeta melayani 10 gereja. Jadi jemaat di sana dilayani oleh pendeta setiap 2.5 bulan sekali. Belum lagi jika pendetanya suam-suam kuku, tidak semangat melayani jemaatnya.

Anak-anak yang bersekolah minggu cukup banyak. 1 gereja biasanya sekitar 80 anak dan mereka mempunyai sekitar 10 guru. Tetapi mereka kekurangan bahan untuk mengajar anak-anak.


Sharing aku mungkin kesannya kok Nias parah banget keadaannya. Ini overall condition of Nias. Tetapi di tiap desa, ada plus minusnya. Seperti contohnya di Tumöri Zebua. Meskipun mereka harus duduk di bawah tenda-tenda waktu kebaktian, semangat mereka untuk memuji Tuhan tetap ada. Ini terlihat dari adanya persembahan pujian dari persekutuan-persekutuan kecil yang ada di dalam gereja, kegiatan-kegiatan dalam gereja selaen kebaktian minggu.

Sewaktu altar calling diadakan, banyak penduduk yang berani maju ke depan dan menyatakan imannya untuk pertama kalinya kepada Yesus. Akan tetapi kami tidak akan dapat melihat follow up dari masing-masing gereja. Kami hanya bisa berdoa dari jauh untuk kekuatan, damai sejahtera, dan pengharapan ada pada mereka di dalam menghadapi setiap pergumulan hidup sambil membuat perencanaan lebih lanjut tentang apa yang dapat kami perbuat untuk mereka.

Aku rindu, bukan cuman penduduk Nias yang menanggung beban masalah mereka sendiri, tetapi kita juga ikut berdoa untuk mereka. Karena dalam Yesus kita semua bersaudara. Dan karena itulah tim kami ke Nias untuk berbagi kasih dengan penduduk Nias.

Satu lagu yang sederhana dan indah yang aku pelajari dalam bahasa Nias

Bakhö Yesu Hasambua ita
Dalam Yesus kita bersaudara
Bakhö Yesu Hasambua ita
Dalam Yesus kita bersaudara
Bakhö Yesu Hasambua ita
Dalam Yesus kita bersaudara
Iadaa götö wa’ara
sekarang dan selamanya
Bakhö Yesu Hasambua ita
Dalam Yesus kita bersaudara

Sienny